Rumput Laut Sumber Kehidupan Masyarakat Raijua

Mayoritas penduduk di Pulau Raijua menggantungkan kehidupannya pada hasil budidaya rumput laut. Namun, dalam satu dekade terakhir, masyarakat Raijua mengalami keterpurukan ekonomi akibat penurunan harga rumput laut yang signifikan, dari semula Rp 30.000 menjadi hanya Rp 15.000 per kilogram. Situasi ini diperparah oleh ketidakpastian hasil panen yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kondisi cuaca ekstrem yang sulit diprediksi, kualitas bibit yang kurang optimal, serta serangan penyakit yang kerap kali menghancurkan rumput laut. Kombinasi antara harga yang rendah dan hasil panen yang tidak menentu telah menjadi masalah yang berkelanjutan bagi petani rumput laut di pulau ini. Tidak sedikit kasus ini mengakibatkan perekonomian keluarga yang menurun.
Keterbatasan akses informasi dan pengetahuan yang memadai, terkait praktik budidaya rumput laut yang berkelanjutan dan ramah lingkungan juga menjadi permasalahan krusial bagi petani di Raijua. Kurangnya pemahaman yang mendalam tentang pengelolaan budidaya yang baik dapat memicu timbulnya praktik-praktik yang berpotensi justru merusak ekosistem pesisir. Contohnya, penggunaan obat-obatan herbisida di area pantai yang berdekatan dengan lokasi budidaya dapat mencemari perairan dan mengganggu keseimbangan ekologis. Selain itu, perlakuan selama proses budidaya yang kurang intensif dan tidak sesuai standar juga dapat memperburuk kondisi rumput laut, meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, dan menurunkan kualitas hasil panen. Oleh karena itu, upaya peningkatan kapasitas dan pengetahuan petani rumput laut menjadi sangat mendesak untuk dilakukan demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat Raijua.
Peningkatan Kapasitas Petani Rumput Laut oleh Seacrest Indonesia

Sebagai respons terhadap permasalahan yang dihadapi petani rumput laut di Raijua, Seacrest Indonesia sebagai pelaksana dalam Program Global Environment Facility – Small Grants Programme (GEF-SGP), mengambil inisiatif untuk mengadakan kegiatan “Peningkatan Kapasitas Petani Rumput Laut Sebagai Upaya Meningkatkan Produktivitas Rumput Laut Ramah Lingkungan di Desa Ballu.” Kegiatan penting ini dilaksanakan di Kantor Balai Desa Ballu pada tanggal 4 September 2024, dengan tujuan untuk membekali petani dengan pengetahuan dan keterampilan baru dalam budidaya rumput laut yang berkelanjutan. Dalam sesi pelatihan yang interaktif ini, tim ahli dari Seacrest Indonesia tidak hanya memberikan penjelasan teoritis, tetapi juga melakukan demonstrasi langsung pembuatan cairan fermentasi daun mangrove sebagai solusi alami untuk mencegah penyakit ice-ice yang sering menyerang rumput laut. Para peserta kegiatan pun aktif mengikuti praktik pembuatan cairan fermentasi ini, memastikan mereka memahami langkah-langkahnya dengan baik.

Keunggulan utama dari metode pencegahan penyakit ice-ice yang diperkenalkan oleh Seacrest Indonesia adalah penggunaan bahan-bahan alami, khususnya daun mangrove yang banyak ditemukan di wilayah pesisir. Proses pembuatan cairan fermentasi ini sama sekali tidak melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari lingkungan perairan dan merugikan kesehatan ekosistem budidaya. Selain fokus pada pencegahan penyakit, Seacrest Indonesia juga menjalin kolaborasi strategis dengan Yayasan Sheep Indonesia untuk memperkenalkan dan mengajarkan teknik-teknik budidaya rumput laut inovatif yang lebih sesuai dengan kondisi perairan di Raijua. Lebih lanjut, para petani juga mendapatkan informasi mendalam mengenai teknik budidaya rumput laut dengan sistem anaconda, sebuah metode yang telah terbukti secara signifikan mampu meningkatkan produktivitas rumput laut di perairan Pulau Sabu, memberikan harapan baru bagi peningkatan hasil panen di Raijua.
Pendampingan dan Implementasi Cairan Fermentasi Daun Mangrove

Sebagai wujud komitmen untuk memastikan keberhasilan penerapan metode ramah lingkungan ini, Seacrest Indonesia tidak hanya berhenti pada tahap pelatihan. Perusahaan konsultan ini secara aktif melakukan pendampingan intensif dalam proses produksi cairan fermentasi daun mangrove di tingkat masyarakat. Kegiatan pendampingan ini melibatkan partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat Desa Ballu, termasuk para petani rumput laut yang menjadi penerima manfaat utama, anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Perikanan Desa Ballu yang berperan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, serta anggota Kelompok Perempuan Srikandi Ballu yang turut berkontribusi dalam upaya pemberdayaan masyarakat pesisir. Proses produksi cairan fermentasi daun mangrove secara gotong royong ini dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2024, menandai langkah nyata dalam penerapan solusi inovatif ini di lapangan.

Setelah proses produksi cairan fermentasi daun mangrove berhasil dilakukan, langkah selanjutnya adalah implementasi langsung oleh para pembudidaya rumput laut di Desa Ballu. Hasil observasi dan monitoring terhadap areal budidaya yang mendapatkan perlakuan menggunakan cairan fermentasi daun mangrove menunjukkan hasil yang menggembirakan. Secara visual, tampak adanya pengurangan signifikan dalam kemunculan epifit atau organisme penempel pada permukaan rumput laut dibandingkan dengan areal budidaya yang tidak mendapatkan perlakuan serupa. Kondisi ini secara langsung membuktikan bahwa penerapan cairan fermentasi daun mangrove memiliki potensi besar dalam meningkatkan kemampuan rumput laut untuk menyerap nutrisi penting dan mendapatkan paparan sinar matahari yang optimal selama masa budidaya. Dengan terjaganya kesehatan dan pertumbuhan rumput laut, risiko terjadinya penyakit ice-ice pun dapat diminimalisir secara efektif, membuka harapan baru bagi peningkatan produktivitas dan keberlanjutan budidaya rumput laut di Raijua.
Penulis: M. Salauddin Ramadhan Djarod
Editor: Avicenna Wijayanto